Wahiduddin Adams
Dr. H. Wahiduddin Adams, S.H., M.A. (lahir 17 Januari 1954) adalah seorang birokrat dan hakim Indonesia. Ia menjabat sebagai Hakim Konstitusi Republik Indonesia mulai 21 Maret 2014 hingga 18 Januari 2024. Sebelum berkarier sebagai hakim, Adams adalah seorang birokrat di KEMENKUMHAM sebagai Dirjen Peraturan Perundang-undangan dari 2010 hingga 2014.
Kehidupan Awal
Adams besar di sebuah desa kecil yang bernama Pulau Gemantung dan bersekolah di desa Sakatiga, Kecamatan Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Ia menempuh pendidikan di madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah setempat sebelum masuk ke IAIN Syarif Hidayatullah di Jakarta, di mana ia meraih gelar Sarjana Peradilan Islam pada tahun 1979.
Ia melanjutkan pendidikannya juga di IAIN Syarif Hidayatullah, di mana ia mendapatkan gelar Magister Hukum Islam (1991) dan Doktor Hukum Islam (2002). Pada tahun 1987, Adams menempuh pendidikan posdoktoral dalam bidang ilmu perundang-undangan di Universitas Leiden. Lalu ia mengajar sebagai dosen tamu pada mata kuliah ilmu perundang-undangan di FSH UIN Jakarta dan FH UMJ.
Adams mendapatkan gelar Sarjana Hukum dari Universitas Muhammadiyah Jakarta pada tahun 2005, tiga tahun selepas ia menyelesaikan program doktoralnya.
Karier birokrasi
Adams memulai kariernya sebagai pegawai di Badan Pembinaan Hukum Nasional, di mana ia berkarier selama delapan tahun (1981-89). Ia kemudian menjadi perancang peraturan perundang-undangan pada Direktorat Jenderal dan Perundang-Undangan (1990-95) dan kepala biro di Sekretariat Jenderal Departemen Kehakiman (1995-2001). Selama satu tahun (2001-02), ia bertugas sebagai koordinator administrasi di Kantor Wilayah Departemen Kehakiman Provinsi Sulawesi Tenggara di Kendari.
Adams dua kali menjabat posisi direktur pada lingkungan Dirjen Peraturan Perundang-undangan, yaitu Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan (2004) dan Direktur Fasilitasi Perencanaan Peraturan Daerah (2004-10). Pada tahun 2010, ia menjadi Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan, jabatan yang ia emban sampai terpilihnya ia ke MK.
Pada saat menjabat Dirjen Peraturan Perundang-undangan, Adams terlibat dalam penyusunan beberapa Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh pemerintah, seperti RUU Peradilan Agama, RUU Zakat, RUU Wakaf, dan RUU Perbankan Syariah. Ia juga terlibat dalam menyusun rancangan awal revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Hakim Konstitusi
Periode pertama (2014-19)
Adams mengikuti seleksi terbuka untuk posisi Hakim Konstitusi yang diadakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada tahun 2013. Ia masuk ke dalam empat nama yang diajukan oleh tim pakar ke Komisi III DPR yang membidangi hukum, bersama Aswanto, Ni’matul Huda, dan Atip Latipulhayat.
Dalam sidang pleno Komisi III DPR pada 6 Maret 2014, Adams berhasil terpilih menjadi Hakim Konstitusi setelah meraih 46 suara, mengungguli Aswanto yang juga terpilih dengan 23 suara. Keduanya menggantikan kursi hakim yang ditinggalkan oleh Akil Mochtar dan Harjono. Adams dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 21 Maret 2014 di Istana Negara.
Terpilihnya Adams ke MK dikritik oleh beberapa kalangan dari LSM dan koalisi masyarakat sipil. Tidak sedikit menilai bahwa kompetensi dan integritasnya “cacat”.
Periode kedua (2019-24)
Bersama Aswanto, Adams kembali terpilih ke MK melalui sidang pleno Komisi III DPR pada 12 Maret 2019. Anggota Komisi III Muhammad Nasir Djamil menilai bahwa terpilihnya kembali Adams ke MK adalah karena faktor “reputasinya tidak begitu jelek, kinerja selama jadi hakim Mahkamah Konstitusi tidak buruk, tidak ada catatan yang membuat masyarakat tidak respek”.” Ia dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada 21 Maret 2019.
Pandangan hukum
Bersama Ahmad Fadlil Sumadi, Adams adalah salah satu hakim MK yang berlatar belakang hukum Islam. Ia merupakan hakim MK pertama yang lulus sarjana hukum dari sebuah perguruan tinggi Islam negeri. Beliau hakim kelima yang merupakan sarjana hukum dari sebuah perguruan tinggi Islam.
In re 284, 285, & 292 KUHP (2017)
Dalam perkara pengujian pasal kesusilaan pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Adams adalah salah satu dari empat hakim (bersama Aswanto, Anwar Usman, dan Arief Hidayat) yang berpandangan bahwa pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan jati diri konstitusional sebagai sebuah “konstitusi yang berketuhanan”, sehingga permohonan untuk memperluas penafsiran pasal kesusilaan di KUHP harus diterima. Hakim Saldi Isra, Maria Farida Indrati, I Dewa Gede Palguna, Manahan Sitompul, dan Suhartoyo membentuk mayoritas pada mahkamah yang terbagi 5-4.
Kehidupan pribadi
Dari pernikahannya dengan Titin Asiah, Adams dikaruniai empat orang anak.
Adams melaporkan kekayaan sebesar Rp12,201 miliar pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2019.
Di luar birokrasi pemerintahan, Adams aktif di Komite Nasional Pemuda Indonesia sebagai Ketua Dewan Pengurus Pusat periode 1981-84. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Lembaga Wakaf dan Pertanahan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 2004-2009. Terakhir, juga pernah menjadi Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Majelis Ulama Indonesia tahun 2004-2009.