INTELEKTUAL YANG BEREPUTASI GLOBAL
Prof. Ismatu Ropi, MA., PhD
(Dekan Fakultas Ushuluddin)
Di era disrupsi teknologi, krisis iklim, dan polarisasi global, perguruan tinggi memiliki peran strategis dalam mencetak intelektual yang tidak hanya unggul secara akademik tetapi juga mampu merespons tantangan zaman dengan perspektif keislaman yang inklusif. Sebagai salah satu universitas Islam terkemuka, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengemban tanggung jawab ganda: melestarikan khazanah keilmuan Islam sekaligus mendorong inovasi yang berdampak global. Inilah misi utama pendidikan tinggi Islam—merajut tradisi intelektual Islam dengan dinamika kontemporer guna melahirkan pemimpin berwawasan luas yang berdaya saing global.
Integrasi Ilmu dan Nilai: Fondasi Epistemologi Islam
Sejak era Bayt al-Hikmah di Baghdad, peradaban Islam telah mencontohkan integrasi antara ilmu rasional (‘aqli) dan ilmu transendental (naqli). Tokoh seperti Al-Farabi tidak hanya menguasai filsafat Yunani tetapi juga merumuskan konsep al-Madinah al-Fadhilah yang memadukan etika ketuhanan dengan tata kelola masyarakat. Warisan inilah yang menjadi landasan UIN Jakarta dalam membangun kurikulum berbasis integrasi ilmu (integration of knowledge). Mahasiswa eksakta, misalnya, tidak sekadar menghafal tabel periodik, tetapi juga mendiskusikan etika lingkungan dalam perspektif maqashid syariah. Sementara itu, calon ekonom diajak mengkritisi paradigma kapitalistik dengan merujuk konsep keadilan distributif dalam Islam. Pendekatan ini memungkinkan lulusan UIN Jakarta untuk tidak terjebak dalam dikotomi “agama vs sains,” melainkan memahami kompleksitas masalah dengan cara pandang holistik. Sebagaimana dikatakan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas, “Pendidikan Islam harus membebaskan manusia dari belenggu sekularisme yang memisahkan ilmu dari nilai.”
Inovasi melalui Pendekatan Interdisipliner
Laporan World Economic Forum (2023) menyebutkan bahwa 65% pekerjaan di masa depan belum eksis saat ini. Hal ini mengharuskan perguruan tinggi untuk menjadi laboratorium ide yang mengasah kemampuan berpikir adaptif. UIN Jakarta merespons tantangan ini dengan mendorong kolaborasi lintas disiplin ilmu, seperti program startup halal yang digarap mahasiswa syariah bekerja sama dengan teknik informatika, atau riset ekonomi syariah yang memanfaatkan big data analytics. Salah satu contoh keberhasilan pendekatan ini adalah pengembangan aplikasi zakat oleh mahasiswa UIN Jakarta yang berhasil menjuarai kompetisi inovasi sosial di Singapura. Aplikasi ini tidak hanya menunjukkan penguasaan teknologi, tetapi juga pemahaman mendalam tentang filantropi Islam yang responsif terhadap kemiskinan struktural. Inovasi semacam ini membuktikan bahwa Islam bukan penghalang bagi kemajuan, melainkan nilai tambah unik dalam era ekonomi digital.
Membangun Jaringan Global dengan Identitas Lokal
Reputasi global tidak berarti mengekor paradigma Barat. Dalam konferensi International Islamic Education Fair (2022), Rektor UIN Jakarta menegaskan bahwa, “Kita harus menjadi game changer, bukan sekadar player.” Oleh karena itu, UIN Jakarta aktif membangun kemitraan akademik dengan berbagai institusi internasional sebagai mitra sejajar yang membawa perspektif Nusantara. Program pertukaran mahasiswa dengan universitas terkemuka dunia tidak hanya mengajarkan keahlian akademik, tetapi juga seni diplomasi budaya. Saat mahasiswa UIN Jakarta mempresentasikan konsep Islam Nusantara di Harvard atau meneliti manuskrip kuning di Perpustakaan Istanbul, mereka sedang menegaskan bahwa keindonesiaan adalah modal kultural untuk berdialog dengan dunia. Seperti yang dikatakan oleh cendekiawan Muslim Asghar Ali Engineer, “Globalisasi tanpa akar hanya akan melahirkan generasi yang tercabut dari identitasnya.”
Etika Kepemimpinan dalam Bingkai Kemanusiaan
Survei Edelman Trust Barometer (2023) mengungkap krisis kepercayaan publik terhadap pemimpin global yang dianggap lebih mementingkan kekuasaan daripada nilai moral. Di sinilah urgensi membentuk kader intelektual Muslim yang menginternalisasi konsep khalifah fi al-ardh. Kepemimpinan bukan sekadar soal kecerdasan, tetapi juga keberpihakan terhadap kelompok terpinggirkan. Mahasiswa UIN Jakarta diajak mengembangkan empati sosial melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan riset pemberdayaan komunitas adat. Inisiatif ini merupakan pengejawantahan sabda Nabi, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.”
Penutup
Dalam pidato wisuda tahun 1955, Bung Hatta berpesan, “Ilmu tanpa amal adalah omong kosong, amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan.” Enam dekade kemudian, pesan itu tetap relevan. Menjadi intelektual bereputasi global bukanlah soal gelar atau jabatan, melainkan komitmen untuk terus belajar, berinovasi, dan melayani. Kepada para wisudawan, ingatlah bahwa kalian adalah pewaris tradisi keilmuan yang pernah melahirkan Ibnu Khaldun dengan teori asabiyyah-nya dan sekaligus meneruskan semangat Kiai Ahmad Dahlan yang mendirikan sekolah di tengah keterbatasan. Jadilah pembelajar sepanjang hayat. Di pundak kalian terbentang tugas suci: menjadikan Islam sebagai rahmat bagi semesta, tidak hanya melalui lisan, tetapi dengan karya nyata.