DISTINGSI SARJANA UIN JAKARTA
Prof. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H., M.H., M.A.
(Wakil Rektor Bidang Akademik)
Kemajuan Zaman dan Sains
Di era modern ini kebutuhan terhadap sains menjadi hal yang tidak terelakkan. Sains telah melahirkan kemudahan dan kemajuan peradaban umat manusia yang tidak terbayangkan sebelumnya. Perkembangan sains dari masa ke masa berdampak luas bagi kemanusiaan, mulai dari aspek peningkatan kesehatan, kemajuan teknologi, pembangunan ekonomi, pelestarian lingkungan, pendidikan, hingga peningkatan kualitas hidup. Di sisi lain, pendidikan tinggi memiliki peran strategis tidak hanya dalam konteks melahirkan sains dan para saintis tapi juga mengarahkan dan menciptakan kemajuan sains yang selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan dan norma-norma keagamaan.
Hal ini disampaikan Profesor Ahmad Tholabi Kharlie, Wakil Rektor bidang Akademik, di sela-sela Rapat Pimpinan UIN Jakarta (18/2/2025). Bagi Prof Abie, demikian panggilan akrab beliau, kemajuan sains laksana dua mata pisau yang sama tajam. Di satu sisi melahirkan kemaslahatan dan sisi lain berpotensi menciptakan kerusakan. “Oleh karena itu keberadaan agama dan nilai-nilai luhur yang hidup di dalam masyarakat menjadi penting untuk mengawal dan memastikan bahwa kemajuan sains dan teknologi berada pada jalurnya yang genuine”, ujar Prof Abie.
UIN: Peran Integrasi Sains dan Keislaman
Lebih lanjut Prof Abie mengingatkan tentang mandat institusional proyek transformasi PTKIN, yakni integrasi keilmuan. Kelahiran Universitas Islam Negeri (UIN) mengemban misi mewujudkan integrasi keilmuan, yakni antara keislaman dan sains. UIN diminta mengambil peran signifikan dalam rangka mewujudkan penyelarasan pemahaman dan praktik kedua disiplin ilmu yang sering kali dianggap terpisah dan saling menegasikan. Sejatinya, integrasi keilmuan dimaksudkan untuk mengembangkan pemahaman yang lebih holistik dan komprehensif tentang dunia, serta memajukan pengetahuan dengan cara yang sejalan dengan nilai-nilai keislaman.
Integrasi keilmuan didasarkan pada keyakinan bahwa ilmu pengetahuan adalah salah satu cara untuk memahami tanda-tanda kekuasaan Allah yang terdapat di alam semesta (ayat-ayat kawniyah). Al-Quran sering kali mengajak umat manusia untuk merenungkan fenomena alam sebagai bukti kebesaran dan kekuasaan Allah. Dalam konteks ini, sains tidak dianggap sebagai entitas yang terpisah dari agama, tetapi sebagai alat yang memperkuat iman dan ketakwaan. “Hubungan resiprokal ini menunjukkan bahwa sains dan agama adalah dua entitas yang sejatinya harus selalu bersama, seiring sejalan, berjalan berdampingan, saling mengisi dan menguatkan, dalam rangka mewujudkan keberagamaan yang holistik dan komprehensif”, tegas Prof Abie.
Dalam rangka mewujudkan integrasi keilmuan, UIN merancang apa yang disebut dengan kurikulum terintegrasi. Kurikulum ini dirancang sedemikian rupa untuk memadukan aspek-aspek keislaman dan sains secara bersamaan. Mata kuliah seperti Filsafat Ilmu, Etika Islam, dan Kajian Al-Quran diintegrasikan dengan mata kuliah sains seperti Fisika, Biologi, dan Kimia.
Tujuan Itegrasi: Memahami Esensi Islam
Tujuan dari pendekatan ini adalah memberikan landasan ilmiah yang kuat kepada mahasiswa sambil tetap mengakar dalam nilai-nilai dan ajaran Islam. “Saya kira ini salah satu alternatif pendekatan yang bisa dilakukan dalam konteks integrasi keilmuan. Tentu sejumlah pendekatan lain dapat didiskusikan dan dilakukan untuk mewujudkan integrasi keilmuan dalam konteks yang lebih substansial dan komprehensif,” ujar Prof Abie.
Prof Abie juga mendorong penggalakan riset yang tidak monodisiplin ilmu tapi mutidisiplin ilmu. Sivitas akademika didorong dan difasilitasi untuk melakukan penelitian yang mencakup kedua bidang ini. Misalnya riset tentang etika profesi medis, hukum, kesehatan dan sains. Juga studi tentang astronomi dalam konteks sejarah peradaban Islam, dan sebagainya. Riset ini tidak hanya akan memperkaya pengetahuan tetapi juga memberikan perspektif baru yang dapat bermanfaat bagi umat manusia.
Dari aspek proses pembelajaran, Prof Abie menekankan pentingnya menerapkan pendekatan pembelajaran yang holistik. Mahasiswa diajak untuk melihat ilmu pengetahuan sebagai bagian dari kehidupan yang utuh. Untuk itu harus dilakukan pelibatan dan penggabungan aspek spiritual, intelektual, emosional, dan sosial. Contoh sederhana dapat dikemukakan ketika mempelajari ilmu kedokteran, mahasiswa diajarkan untuk tidak hanya memahami aspek klinis tetapi juga menimbang etika medis dalam perspektif Islam serta bagaimana memberikan pelayanan kesehatan yang manusiawi dan penuh empati.
Harapan untuk Sarjana UIN
Masih banyak contoh lain yang menggabungkan dan mensinergikan kedua kutub ilmu ini menjadi sebuah kajian holistik dan yang saling melengkapi. “Saya kira konsep MBKM menjadi salah satu mekanisme penting dalam integrasi keilmuan di UIN, dimana terjadi kolaborasi sains maupun keislaman. Sejatinya kita sudah melakukan upaya-upaya ke arah ini”, papar Prof Abie.
“Tentu saja, kita berharap alumni UIN Jakarta yang dikukuhkan pada Wisuda ke-135 ini mampu menunjukkan kompetensinya sebagai sarjana yang distingtif dan memiliki keunggulan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang holistik dan komprehensif. Saya ucapkan selamat dan kami menanti kiprah Anda di tengah-tengah umat dan bangsa,” pinta Prof Abie.